Sunday, November 11, 2012

Debut Vaksin Pertama untuk Hepatitis E

Kamis, 1 November 2012 | 18:45 WIB


KOMPAS.com - Universitas Xiamen di Fujian, Cina, bersama perusahaan farmasi Innovax, kini sedang dalam pembicaraan dengan Badan Kesehatan Dunia (WHO) untuk mendaftarkan vaksin baru yang disebut "Hecolin." Ini merupakan debut vaksin untuk virus hepatitis E.

Vaksin ini diuji dan disetujui oleh State Food and Drug Administration (SFDA) Cina pada Desember 2011. Persetujuan dikeluarkan setelah Hecolin memasuki uji klinis tahap III di 2010.

Lebih dari sepuluh tahun yang lalu, para ilmuwan di universitas tersebut telah mengembangkan penelitian. Dengan melakukan modifikasi genetik galur bakteri Escherichia coli, mereka mendapatkan hasil protein yang mampu menstimulasi sistem kekebalan manusia terhadap hepatitis E. Kemudian sejak tahun 2000, dimulai pengembangan vaksin secara praklinis dan klinis.

Produksi vaksin Hecolin juga menjadi salah satu contoh keberhasilan kerja sama antara akademisi di sektor bioteknologi dan industri. Demikian diterangkan Jun Zhang, Wakil Direktur dari National Institute of Diagnostics and Vaccine Development Infectious Diseases (NIDVD) di bawah Kementerian Sains dan Teknologi Cina.

NIDVD berperan sebagai institusi menyatukan kalangan ilmuwan dengan industri bisnis komersial dalam memproduksi vaksin baru. "Hecolin adalah produk pertama yang sudah siap dipasarkan," tambah Zhang.

Oleh karena itu, tuturnya, mereka pun akan mengupayakan ketersediaan vaksin di luar Cina. Memasukkan Hecolin ke dalam daftar prekualifikasi WHO diharapkan bisa membuat vaksin digunakan untuk berbagai badan internasional, seperti program bersama PBB di bidang HIV/AIDS.

Penyakit hepatitis E banyak terjadi di negara-negara berkembang yang memiliki fasilitas sanitasi buruk, terutama di Asia Timur dan Asia Selatan. "Belum ada pengobatan, sampai sejauh ini pengelolaan sanitasi dianggap cara terefektif dalam mencegah penyakit itu."

Sulitnya hepatitis E dibendung, penyakit ini menginfeksi kira-kira 20 juta orang per tahun dengan angka kematian mencapai hingga 70 ribu orang. (Gloria Samantha/Reuters)

No comments:

Post a Comment